September dan Karya
Teruntuk sebagian insan, september selalu memiliki makna tersendiri. Cukup melimpah karya agung yang seolah-olah menjadi deskripsi abadi akan september yang penuh arti. September dan karya, bagaikan samson dan delilah yang saling melengkapi.
Tapi, mengapa?
Mungkin karena september sering terefleksikan akan sendunya musim gugur. Tentang cantiknya daun jingga yang berguguran penuh makna di kala senja.
September yang sayu dan kelabu, bak ikonik akan rasa gamang dan dilema.
Mengetuk setiap sisi melankoli insan manusia, menggamitnya untuk menerawang bersama imajinasi, dan lantas mulai mengajaknya merangkai kata.
Dan bagi pribumi, apabila iklim berputar sesuai kehendak para peneliti, september adalah akhir dari derita kemarau yang panjang. Dengan sambutan hujan rintik-rintik yang jatuh dengan malu-malu karna lama tak menampakkan diri.
Dan hujan, selalu identik dengan kenangan. Jatuhnya hujan ke bumi, selalu diiringi dengan jatuhnya memori ke hati.
Indah, nikmat. Membuat jemari tergoda untuk menarikan pena, mengabadikannya lewat goresan tinta.
Maka, biarkanlah september dan karya saling berpagutan di singgasana melankoli dan kenangan.
Selamat jalan september, semoga kita bisa bertemu kembali tahun depan.
.
.
.
.
.
Cirebon, 30 September 2015
- Rifqi Aditya -
Semoga goresan tinta itu tak akan kering dan pudar seiring hujan yang mulai enggan turun berganti dengan jumawanya sang mentari
ReplyDelete