Desa Kami



Sudikah anda berkunjung ke desa kami Tuan?


Desa kami berjarak 20km dari pusat Kota Cirebon. Tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Dengan jalur pantura melintang melewati desa kami, dan hamparan sawah membentang mengililingi desa kami. Jika musim hari raya seperti ini, kami terbiasa melihat hilir mudik ribuan kendaraan setiap harinya, dengan orang-orang yang pulang berbusung dada karena membawa suka dan harta untuk dibagikan ke sanak saudara, atau justru pulang bertunduk muka karena gagal menaklukkan ibukota.
Jika Tuan ingin pergi ke desa kami menggunakan kendaraan pribadi, Tuan akan berpacu bersama truk-truk beroda belasan. Tapi bila Tuan menghendaki menumpang kendaraan umum, sepanjang perjalanan Tuan akan berdesakan. Bahkan tak jarang Tuan akan menghirup bau amis ikan dan rajungan yang dibawa para nelayan untuk dijajakan di kota.


Sudikah anda berkunjung ke desa kami Tuan?


Warga kami cukup banyak, kami biasa berkomunikasi dengan bahasa Cirebon, sangat jarang dari kami yang menggunakan bahasa Sunda atau bahasa Indonesia. Sudah turunan dari nenek moyang yang selalu kami lestarikan.
Mata pencaharian kami pun beragam. Para lelakinya kebanyakan bertani. Jika sedikit bermodal, mereka akan berdagang.
Para wanitanya juga bekerja, sebagian besar menjadi buruh pabrik. Atau jika sedikit bernyali, mereka akan berangkat ke negeri orang menjadi pahlawan devisa. Sambil tentunya berharap mendapat rezeki melimpah, bukan mendapat penyiksaan, pelecehan, apalagi pulang dipapah keranda.
Anak mudanya, kebanyakan hanya pernah mengenakan seragam putih-merah atau putih-biru. Hampir semuanya merantau ke ibukota, berusaha membuktikan bahwa Jakarta pusatnya kemakmuran, alih-alih merasakan istilah ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri.


Jadi, sudikah anda berkunjung ke desa kami Tuan?
.
.
.
.
.
Cirebon, 20 July 2015
- Rifqi Aditya -

Comments

Popular posts from this blog

At-Taqwa

Kawah Candradimuka

Ayah