At-Taqwa
Semegah apapun ia, ia tak pernah menghantarkan rasa segan kepada orang-orang yang hendak memasukinya, untuk bercengkrama dengan Tuhan mereka. Sebaliknya, ia justru menghembuskan hawa damai bak suplemen jiwa, layaknya kampung halaman bagi para perantau yang penat dengan rantauannya. Maka layaklah ia jika disebut rumah ibadah, bukan sekedar tempat ibadah.
Namun bak tamu yang kelewat kerasan di rumah sang tuan rumah, terkadang kita justru terpaku nyaman. Hingga melupakan esensi dari tempat ini. Melupakan bahwa masjid dibangun ya untuk ibadah, bukan untuk yang lain. Titik.
Maka plang besi di salah satu sudutnya yang bertuliskan "Ke At-Taqwa, apa yang engkau lakukan?" seakan-akan menggelitik nurani kita untuk kembali meniatkan sesuatu sesuai dengan hakikatnya, dan melakukan sesuatu sesuai dengan porsinya.
Di sisi lain, jujur saya sendiri terkadang merasa malu. Saya sering menjadikan kenyamanan di tempat ini sebagai medium agar khusyu' di dalam sholat saya. Hingga akhirnya suatu hari saya membaca sebuah kalimat agung yang menampar halus nadir iman saya. "Barangsiapa mencari Allah, ia mendapatkan kekhusyu'an. Barangsiapa mengejar kekhusyu'an, ia kehilangan Allah."
Semoga kita tidak memberhalakan kekhusyu'an. Semoga kita tidak menjadikan kekhusyu'an sebagai tujuan, melainkan sarana menuju Allah SWT.
.
.
.
.
.
Cirebon, 21 July 2015
- Rifqi Aditya -
Comments
Post a Comment